Rabu, 25 Desember 2013

Diposting oleh Diah Novianti di 05.05 0 komentar

Sabtu, 21 Desember 2013

Di antara wanginya dupa dan merdunya adzan

Diposting oleh Diah Novianti di 08.09 0 komentar
"Hay, lama nunggunya ya? Maaf ya, biasa jumat'an agak lama"
"Ah, bukankah aku sudah biasa menunggumu, tenang saja, aku tak akan pernah bosan menunggumu. Sudahlah, kita jadi ke taman?"
"Oh iya! Ya ampun, hampir saja aku lupa. Ayo!"
"Tadi kamu yang mengumandangkan adzan? Merdu sekali. Aku suka."
"Oh ya? Hehe. Terima kasih. Kamu juga cantik kalau sedang berpakaian adat. Ada aura yang tidak bisa aku definisikan."
"Ah kamu terlalu lebay, Mas. Mau duduk di tempat biasa?"
"Tentu."

"Mas, kira-kira sampai kapan ya?"
"Apanya yang sampai kapan, Dik?
"Kita."
"Sudahlah, bukankah kita sudah sering membahas ini? Biarkan saja semuanya mengalir."
"Ya, tapi sampai kapan?"
"Entah dik, sampai Tuhan mempersiapkan hal yang indah pada waktunya nanti."
"Mas, terima kasih ya."
"Untuk apa?"
"Karena kamu sudah mau menerima perbedaanku."
"Kalau begitu aku juga berterima kasih."
"Tapi ibumu...."
"Jangan terlalu khawatir. Beliau hanya belum bisa menerima. Aku anak laki-laki satu-satunya yang dia punya."
"Hhmm."
"Ada apa, Dik?
"Aku khawatir, Mas."
"Tidak. Jangan bicara ini lagi. Aku ingin kita bahagia dulu."
"Tapi Mas...."
"Ada cinta di sini, di antara kita. Apa kamu mau mengorbankannya?"

Aku terdiam. Membiarkan angin membelai wajahku, langit biru yang akan menjawab semuanya, dan terik matahari yang menjadi saksi. Cinta tapi beda.

Rabu, 25 Desember 2013

Diposting oleh Diah Novianti di 05.05 0 komentar

Sabtu, 21 Desember 2013

Di antara wanginya dupa dan merdunya adzan

Diposting oleh Diah Novianti di 08.09 0 komentar
"Hay, lama nunggunya ya? Maaf ya, biasa jumat'an agak lama"
"Ah, bukankah aku sudah biasa menunggumu, tenang saja, aku tak akan pernah bosan menunggumu. Sudahlah, kita jadi ke taman?"
"Oh iya! Ya ampun, hampir saja aku lupa. Ayo!"
"Tadi kamu yang mengumandangkan adzan? Merdu sekali. Aku suka."
"Oh ya? Hehe. Terima kasih. Kamu juga cantik kalau sedang berpakaian adat. Ada aura yang tidak bisa aku definisikan."
"Ah kamu terlalu lebay, Mas. Mau duduk di tempat biasa?"
"Tentu."

"Mas, kira-kira sampai kapan ya?"
"Apanya yang sampai kapan, Dik?
"Kita."
"Sudahlah, bukankah kita sudah sering membahas ini? Biarkan saja semuanya mengalir."
"Ya, tapi sampai kapan?"
"Entah dik, sampai Tuhan mempersiapkan hal yang indah pada waktunya nanti."
"Mas, terima kasih ya."
"Untuk apa?"
"Karena kamu sudah mau menerima perbedaanku."
"Kalau begitu aku juga berterima kasih."
"Tapi ibumu...."
"Jangan terlalu khawatir. Beliau hanya belum bisa menerima. Aku anak laki-laki satu-satunya yang dia punya."
"Hhmm."
"Ada apa, Dik?
"Aku khawatir, Mas."
"Tidak. Jangan bicara ini lagi. Aku ingin kita bahagia dulu."
"Tapi Mas...."
"Ada cinta di sini, di antara kita. Apa kamu mau mengorbankannya?"

Aku terdiam. Membiarkan angin membelai wajahku, langit biru yang akan menjawab semuanya, dan terik matahari yang menjadi saksi. Cinta tapi beda.
 

Diahhh's Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos