Aku mencari jawaban
atas semua ini. Bertanya pada angin yang berhembus, bertanya pada air yang
mengalir, bertanya kepada rerumputan yang digoyangkan perlahan oleh angin.
Kemanakah? Kemanakah hilangnya rasa dan logikamu selama ini? Aku masih terdiam,
hanyut dalam pemikiranku sendiri. Masih belum memahami. Masih belum percaya atas
semua ini. Setega itukah? Sehina apa diriku yang begitu pantas menurutmu untuk
kau sakiti? Bahkan, ketika raga sudah tak mampu berdiri, kau masih menyisakan
tenaga untuk menjatuhkanku sampai tersungkur. Dimanakah nurani yang selama ini
kau punya? Adakah? Aku menangis. Menangis tanpa suara. Menyiaratkan bahwa luka
ini sudah terlalu dalam. Terlalu sakit. Kau yang di sana, masih ingatkah bahwa
kita yang dulu satu sudah berubah menjadi aku dan kamu? Masih ingatkah pada
tawa renyah yang dulu tercipta pada setiap percakapan kecil yang kita lakukan
sudah berubah menjadi tangis pada hati masing-masing? Masih ingatkah pada kita
yang dulu selalu bersama-sama menjalani hidup kini sudah berubah menjadi kita
yang tak pernah saling bersapa. Masih ingatkah pada kita yang dulu menikmati
aroma kehidupan bersama-sama sudah berubah menjadi aku yang selalu merasa sesak
akan kehidupan ini? Sungguh kaupun tak ingat.
Ketika aku berusaha
meneguhkan hatiku sekali lagi, sekali lagi, dan sekali lagi untukmu. Lagi. Kau
hempaskan perasaan ini seperti menghempaskan sebuah batu ke dalam jurang.
Bahkan, kesempatan yang kuberikan berkali-kali tak mampu juga merubah sifat
lamamu. Sadarkah, bahwa luka yang selalu kau goreskan pada seseorang yang
menyayangimu ini sudah tak mampu lagi mengeluarkan darah, ketika hati tak bisa
lagi berkata apa-apa. Dan jika suatu saat nanti aku berhenti untuk selalu ada
untukmu, masih bisakah kau mengingatku menjadi bagian dari orang yang tulus
menyayangimu? Aku menyayangimu. Sungguh. Dan tak ada dusta di setiap
perkataanku. Maukah kau menjaga setiap pengorbananku untuk selalu kau ingat
jika aku memutuskan untuk berhenti ada dalam setiap waktumu? Ada kalanya, jika
kau mengerti bahwa tak selamanya perasaanku masih bisa sekuat dan setegar
sekarang.
* Dan tulisan ini kubuat, saat air mata tak mampu
mengungkapkan kata-kata.
Saat air mata tak mampu melukiskan betapa perih
semua luka yang tergores.
Saat air mata tak bisa membuatku mengerti bahwa kamu
bukanlah orang yang pantas aku perjuangkan...
0 komentar:
Posting Komentar