Tiga tahun lamanya kita sudah tak bertemu. Sudah
selama itu ternyata. Tak ada lagi kamu juga kisah bersamamu. Tiga tahun lamanya
kita sudah sama-sama saling melupakan. Seolah tak kenal satu sama lain,
memendam rindu masing-masing.
Ternyata, semuanya tidak semudah yang kukira.
Awalnya memang kita berjalan pada garis Tuhan masing-masing, tapi nyatanya?
Semua tak lagi sama ketika aku bertemu lagi denganmu.
Mata itu, senyum itu, tawa itu, semua masih belum
hilang dari ingatan. Merasuki sel-sel otak yang sudah lama kulupakan.
Berhamburan lagi dalam atmosfer ingatan yang sudah lama kubuang.
Mengapa datang kembali? Mengapa membuka luka lama
lagi? Aku yang bersusah payah membangun perasaanku kembali seolah mendapat
guncangan yang sewaktu-waktu bisa merobohkan pendirianku. Kamu yang datang
kembali ketika pergi tak pernah pamit kepadaku, ingatkah pada setiap kenangan
yang kita ukir dulu? Ingatkah pada setiap tawa renyah yang selalu dirindukan?
Ingatkah pada morning call yang selalu
bisa membuatku semangat untuk menjalani hari-hari yang ada? Tapi Sayang, itu
dulu. Sebelum kamu pergi tanpa pamit, sebelum kamu mengilang tanpa jejak.
Tentu aku tak bisa memungkiri, pada akhirnya aku
juga akan sangat merindukan semua kenangan kita. Bukankah yang hilang akan
selalu dirindukan? Tentu saja aku masih mempunyai rasa yang sama, rasa yang
selalu ada untuk mencintaimu.
Tapi pantaskah seseorang yang tidak memperjuangkanku
sama sekali masih tetap saja aku perjuangkan? Kamu kembali, hanya menorehkan
luka lama, yang seharusnya sudah mengering dan juga tak berbekas.
Maaf Sayang, aku tak
bisa membohongi diriku sendiri. Aku merindukanmu. Aku ingin kamu pulang dan
kembali membangun kenangan bersama. Aku masih mencintaimu juga merindukan
kenangan kita.
0 komentar:
Posting Komentar