Senin, 10 Desember 2012

Inikah Namanya, Pengorbanan?

Diposting oleh Diah Novianti di 06.14

Tara menatap layar laptopnya. Menyelesaikan tugas-tugas yang belum ia selesaikan pada semester ini. Aneh. Seusai ulangan umum tugas memang malah bertambah banyak. Tara merasa bosan, sesekali ia memandang ke jejaring sosial yang ia buka. Tara memperhatikan news feed hari ini dari facebooknya. Ia merasa tak tertarik sama sekali. Ia melihat ke sisi facebook lainnya, sampai akhirnya ia menyipitkan matanya pada suatu emoticon love di ujung kanan facebook. Bagaskara Mahaputra is in a relationship with Karina Ananda. Tara membekap mulutnya. Ia terhenyak. Menangis tanpa suara.
***
Hari ini hari pertama Tara di semester 2. Pengumuman tentang pembagian kelas sudah ditempel di papan pengumuman. Semua anak berdesakan untuk melihat pembagian kelas itu. Suasana di aula hari ini benar-benar semrawut. Semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Tara menatap orang-orang yang berlalu-lalang di aula, menyenangkan sekali. Entahlah, ia memang senang memandang orang berlalu-lalang seperti itu. Matanya tertuju pada sudut aula. Saat itu juga Tara merasa sesak. Lukanya kembali terbuka. Bagas dan Karina. Dua orang itu, yang katanya sahabat ternyata menusuk hatinya. Mengoyak hingga tak berbekas. Tara diam, masih mematung di tempatnya. Bayang-bayang pikirannya kembali lagi ke masa lalu. Saat ia dan Bagas masih bersatu, melakukan sesuatu bersama-sama. Ah, menyenangkan! Muncul juga wajah Karina, teman sekelasnya sewaktu SMP. Mereka pergi kemana-mana bersama, melakukan kegiatan di kelas bersama. Wajah Karina dan Bagas silih berganti memenuhi ruang otak Tara. Tara merasa semakin sesak, semakin sakit. Bagas dan Karina. Dua orang itu, penghancur kegelapan malamnya.
“Hoiiiii.. Sendirian aja lo!”
Tara tersentak. Dilihatnya Nia sudah berada di sampingnya. “Eh, ngagetin aja sih lo! Ngapain kesini? Ngehibur gue? Hahaha!”
“Murung terus sih! Udah biarin aja, mending happy-happy sama gue. Enak banget ngelamunnya sampai gak nyadar gue udah ada di samping lo dari tadi.”
“Eh, udah ah, mending ke kantin yuk, Nia!”
“Ayok!”
***
Sekali lagi Tara merasa kesepian mencekam malamnya. Ia bosan juga kalau harus begini terus. Nia sedang keluar bersama pacarnya. Tak mungkin kalau ia harus mengikuti Nia terus. Handphone Tara bergetar, saat itu juga langsung dilihatnya pesan yang masuk. Bagas. Nama itu yang tertera di layar handphonenya. Tara mengerenyutkan dahinya. Untuk apa Bagas kembali menghubunginya walau hanya sekedar pesan singkat. Tara tak tahu jawabannya. Segera saja ia membuka pesan yang masuk dari Bagas.
Selamat malam, Tara.
Tara bingung. Untuk apa mantan kekasihnya itu menghubunginya lagi. Apakah ia hanya sekedar pelampiasan saja karena Bagas sedan bertengkar dengan Karina? Tara tak tahu. Tara hanya membalas pesan itu singkat. Malam semakin larut, percakapan meeka semakin melunak. Tara merasa bahagia. Iya benar, sangat merasa bahagia. Tara menatap langit, bintang bersinar dengan terangnya. Bulan tersenyum dengan manisnya. Tara tersenyum. Ia merindukan saat-saat itu lagi. Kenangan memang tak bisa pergi dari hidupnya. Tara, seseorang yang masih rela dipermainkan kenangan, yang masih rela berlari bersama kenangan.
***
Bagas menatapnya diam-diam. Tara tahu itu. Ia merasa sakit hatinya kembali terbuka. Mengapa harus diam-diam? Apa Tuhan menciptakan segala sesuatu untuknya memang harus dengan diam-diam seperti ini? Hati Tara merasa pilu. Bagas, sosok itu memang tak pernah bisa lepas dari atmosfer otaknya. Ia pernah merasa bahagia dengan Bagas. Dulu sekali. Tara merasa ia tak bisa terus begini. Ia harus pergi dari hidup Bagas. Bagas juga sudah bersama kehidupan barunya. Tara sadar, tak selamanya ia bisa terus begini. Ia harus terus maju dan bukan terpaku pada masa lalu.
Malam itu Bagas kembali lagi mengirimi pesan singkat untuk Tara. Hari ini berbeda. Bagas tak lagi menunjukkan sikapnya yang dulu. Bagas bertengkar dengan Karina. Semua itu karena semua pesan singkat Bagas kepadanya telah diketahui oleh Karina. Karina marah kepadaku, begitu juga Bagas. Aku merasa terpojokkan. Apa semua ini murni salahku? Apa memang Bagas merasa selama ini aku orang yang pantas disembunyikan? Tara menangis, untuk yang kesekian kalinya. Tara yakin akan keputusannya. Pergi. Pergi dari kehidupan mereka berdua. Bahkan ketika mereka bertengkar, Tara tak mengatakan apa yang sebenarnya terjadi pada Karina. Ia berkata bohong demi melindungi orang yang selama ini ia sayangi, Bagas. Apa Bagas tahu? Apa Bagas paham semua pengorbanannya? Tara menangis tanpa suara, terlalu sakit, dan terlalu perih. Tara mengorbankan perasaan dan harga dirinya hari itu juga. Apa itu berarti, Bagas?
***

0 komentar:

Posting Komentar

Senin, 10 Desember 2012

Inikah Namanya, Pengorbanan?

Diposting oleh Diah Novianti di 06.14

Tara menatap layar laptopnya. Menyelesaikan tugas-tugas yang belum ia selesaikan pada semester ini. Aneh. Seusai ulangan umum tugas memang malah bertambah banyak. Tara merasa bosan, sesekali ia memandang ke jejaring sosial yang ia buka. Tara memperhatikan news feed hari ini dari facebooknya. Ia merasa tak tertarik sama sekali. Ia melihat ke sisi facebook lainnya, sampai akhirnya ia menyipitkan matanya pada suatu emoticon love di ujung kanan facebook. Bagaskara Mahaputra is in a relationship with Karina Ananda. Tara membekap mulutnya. Ia terhenyak. Menangis tanpa suara.
***
Hari ini hari pertama Tara di semester 2. Pengumuman tentang pembagian kelas sudah ditempel di papan pengumuman. Semua anak berdesakan untuk melihat pembagian kelas itu. Suasana di aula hari ini benar-benar semrawut. Semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Tara menatap orang-orang yang berlalu-lalang di aula, menyenangkan sekali. Entahlah, ia memang senang memandang orang berlalu-lalang seperti itu. Matanya tertuju pada sudut aula. Saat itu juga Tara merasa sesak. Lukanya kembali terbuka. Bagas dan Karina. Dua orang itu, yang katanya sahabat ternyata menusuk hatinya. Mengoyak hingga tak berbekas. Tara diam, masih mematung di tempatnya. Bayang-bayang pikirannya kembali lagi ke masa lalu. Saat ia dan Bagas masih bersatu, melakukan sesuatu bersama-sama. Ah, menyenangkan! Muncul juga wajah Karina, teman sekelasnya sewaktu SMP. Mereka pergi kemana-mana bersama, melakukan kegiatan di kelas bersama. Wajah Karina dan Bagas silih berganti memenuhi ruang otak Tara. Tara merasa semakin sesak, semakin sakit. Bagas dan Karina. Dua orang itu, penghancur kegelapan malamnya.
“Hoiiiii.. Sendirian aja lo!”
Tara tersentak. Dilihatnya Nia sudah berada di sampingnya. “Eh, ngagetin aja sih lo! Ngapain kesini? Ngehibur gue? Hahaha!”
“Murung terus sih! Udah biarin aja, mending happy-happy sama gue. Enak banget ngelamunnya sampai gak nyadar gue udah ada di samping lo dari tadi.”
“Eh, udah ah, mending ke kantin yuk, Nia!”
“Ayok!”
***
Sekali lagi Tara merasa kesepian mencekam malamnya. Ia bosan juga kalau harus begini terus. Nia sedang keluar bersama pacarnya. Tak mungkin kalau ia harus mengikuti Nia terus. Handphone Tara bergetar, saat itu juga langsung dilihatnya pesan yang masuk. Bagas. Nama itu yang tertera di layar handphonenya. Tara mengerenyutkan dahinya. Untuk apa Bagas kembali menghubunginya walau hanya sekedar pesan singkat. Tara tak tahu jawabannya. Segera saja ia membuka pesan yang masuk dari Bagas.
Selamat malam, Tara.
Tara bingung. Untuk apa mantan kekasihnya itu menghubunginya lagi. Apakah ia hanya sekedar pelampiasan saja karena Bagas sedan bertengkar dengan Karina? Tara tak tahu. Tara hanya membalas pesan itu singkat. Malam semakin larut, percakapan meeka semakin melunak. Tara merasa bahagia. Iya benar, sangat merasa bahagia. Tara menatap langit, bintang bersinar dengan terangnya. Bulan tersenyum dengan manisnya. Tara tersenyum. Ia merindukan saat-saat itu lagi. Kenangan memang tak bisa pergi dari hidupnya. Tara, seseorang yang masih rela dipermainkan kenangan, yang masih rela berlari bersama kenangan.
***
Bagas menatapnya diam-diam. Tara tahu itu. Ia merasa sakit hatinya kembali terbuka. Mengapa harus diam-diam? Apa Tuhan menciptakan segala sesuatu untuknya memang harus dengan diam-diam seperti ini? Hati Tara merasa pilu. Bagas, sosok itu memang tak pernah bisa lepas dari atmosfer otaknya. Ia pernah merasa bahagia dengan Bagas. Dulu sekali. Tara merasa ia tak bisa terus begini. Ia harus pergi dari hidup Bagas. Bagas juga sudah bersama kehidupan barunya. Tara sadar, tak selamanya ia bisa terus begini. Ia harus terus maju dan bukan terpaku pada masa lalu.
Malam itu Bagas kembali lagi mengirimi pesan singkat untuk Tara. Hari ini berbeda. Bagas tak lagi menunjukkan sikapnya yang dulu. Bagas bertengkar dengan Karina. Semua itu karena semua pesan singkat Bagas kepadanya telah diketahui oleh Karina. Karina marah kepadaku, begitu juga Bagas. Aku merasa terpojokkan. Apa semua ini murni salahku? Apa memang Bagas merasa selama ini aku orang yang pantas disembunyikan? Tara menangis, untuk yang kesekian kalinya. Tara yakin akan keputusannya. Pergi. Pergi dari kehidupan mereka berdua. Bahkan ketika mereka bertengkar, Tara tak mengatakan apa yang sebenarnya terjadi pada Karina. Ia berkata bohong demi melindungi orang yang selama ini ia sayangi, Bagas. Apa Bagas tahu? Apa Bagas paham semua pengorbanannya? Tara menangis tanpa suara, terlalu sakit, dan terlalu perih. Tara mengorbankan perasaan dan harga dirinya hari itu juga. Apa itu berarti, Bagas?
***

0 komentar on "Inikah Namanya, Pengorbanan?"

Posting Komentar

 

Diahhh's Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos