Minggu, 21 April 2013

Belajar mengikhlaskan belajar melepas

Diposting oleh Diah Novianti di 05.44

Aku mengenalmu secara tiba-tiba. Tanpa tahu namamu tanpa tahu siapa kamu. Hanya sebatas kenal. Hanya sebatas senyuman. Tapi kamu seolah-olah memperkenalkanku pada dunia yang lain, yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Kamu nyata. Bukan sebuah ilusi bukan sebuah bayangan yang diciptakan oleh gadis sepertiku.
Kita berkenalan. Sungguh, seperti mimpi! Pesan singkatmu mulai memenuhi kesunyian handphone-ku selama ini. Kamu penuh semangat ketika bercakap-cakap denganku. Aku bisa merasakan itu, aku juga sangat bersemangat ketika pesan singkatmu mulai meramaikan hari-hariku.
Aku merasa senang, merasa berbeda. Aku mencoba mencegah perasaan aneh yang mulai aku rasakan. Entah apa namanya, aku mencoba mencegahnya. Aneh. Mungkin aku hanya merasakan ketertarikan sesaat atau aku benar-benar jatuh cinta sama kamu. Apa? Jatuh cinta? Jangan!
Kamu mengisi hari-hariku, kamu penuh semangat, kamu penuh magis! Aku mulai merasakan sesuatu yang entah apa namanya. Aku tak mengerti. Lalu kamu mulai bercerita tentang wanita yang kamu suka, yang kamu kagumi. Aku berusaha memahaminya walau terkadang ada perasaan yang mengganjal ketika kamu menceritakan “mereka”.
Aku mulai sadar akan perasaanku sendiri. Aku jatuh cinta! Aku jatuh cinta pada seseorang yang mengagumi banyak perempuan! Bukankah hal itu tidak aneh? Bukankah cinta tak pernah salah? Aku merasa nyaman dengannya, merasakan sesuatu yang baru yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.
Tapi kamu mencintai banyak wanita, banyak perempuan. Aku apa? Bukan sesuatu yang penting yang harus kamu pertahankan. Kamu mencintai dia, kamu mengagumi dia, kamu merasakan ketertarikan sesaat dengan dia. Terlalu banyak wanita! Dia, dia, dia, dan dia! Entah “dia” siapa lagi yang kamu suka. Tapi aku jatuh cinta dengan lelaki seperti kamu, yang mampu membuat wanita nyaman berada di sampingmu.
Kamu penuh magis! Menyesatkan pikiranku, menghisap seluruh energiku ketika bertatapan denganmu. Kamu berbeda! Tapi aku siapa? Bukan siapa-siapa, bukan apa-apa. Aku mulai merasa bosan, bukan. Aku hanya merasa lelah akan semuanya. Kamu mulai menceritakan “dia” yang baru lagi. Entah berapa banyak “dia” yang akan kamu ceritakan padaku.
Aku di sini, berdiri dengan harapanku. Harapan yang akan aku bawa pulang lagi, yang akan aku kubur dalam-dalam. Aku mulai menyadari, kamu bukanlah kamu yang pantas aku perjuangkan seperti kamu memperjuangkan wanita-wanita itu. Tapi kamu memintaku untuk tetap di sini, berada di sampingmu, bersamamu dan tidak lupa bersama cerita-ceritamu tentang wanita yang kamu sukai. Aku memberimu kesempatan yang sama, berkali-kali. Hingga aku mulai lelah. Tolong, sekali lagi. Minta aku supaya jangan terjatuh, supaya aku tidak sakit. Cukup. Kamu dan duniamu terlalu penuh magis hingga menyeretku sejauh ini, hingga duri-duri yang menancap terlalu banyak dan tak terasa lagi sakitnya.
Tolong, minta pada bintang jatuh agar aku tetap kuat. Tolong, mengertilah. Tak ada yang perlu dipertahankan, tak ada yang perlu dikhawatirkan. Karena sejak awal kita bukan siapa-siapa, bukan sesuatu yang harus saling melepas atau bertahan. Aku hanya belajar untuk mengikhlaskan belajar melepas sesuatu yang bukan milikku. Kamu, terima kasih sudah membawa aku sejauh ini. Terima kasih sudah mengajarkan aku arti mengikhlaskan dan melepas.

1 komentar:

Unknown on 20 Januari 2015 pukul 18.17 mengatakan...

aku terbawa oleh cerita yang mbak diah buat, karena sama seperti yang aku rasakan.. baguss banget ceritanya  semangaaat

Posting Komentar

Minggu, 21 April 2013

Belajar mengikhlaskan belajar melepas

Diposting oleh Diah Novianti di 05.44

Aku mengenalmu secara tiba-tiba. Tanpa tahu namamu tanpa tahu siapa kamu. Hanya sebatas kenal. Hanya sebatas senyuman. Tapi kamu seolah-olah memperkenalkanku pada dunia yang lain, yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Kamu nyata. Bukan sebuah ilusi bukan sebuah bayangan yang diciptakan oleh gadis sepertiku.
Kita berkenalan. Sungguh, seperti mimpi! Pesan singkatmu mulai memenuhi kesunyian handphone-ku selama ini. Kamu penuh semangat ketika bercakap-cakap denganku. Aku bisa merasakan itu, aku juga sangat bersemangat ketika pesan singkatmu mulai meramaikan hari-hariku.
Aku merasa senang, merasa berbeda. Aku mencoba mencegah perasaan aneh yang mulai aku rasakan. Entah apa namanya, aku mencoba mencegahnya. Aneh. Mungkin aku hanya merasakan ketertarikan sesaat atau aku benar-benar jatuh cinta sama kamu. Apa? Jatuh cinta? Jangan!
Kamu mengisi hari-hariku, kamu penuh semangat, kamu penuh magis! Aku mulai merasakan sesuatu yang entah apa namanya. Aku tak mengerti. Lalu kamu mulai bercerita tentang wanita yang kamu suka, yang kamu kagumi. Aku berusaha memahaminya walau terkadang ada perasaan yang mengganjal ketika kamu menceritakan “mereka”.
Aku mulai sadar akan perasaanku sendiri. Aku jatuh cinta! Aku jatuh cinta pada seseorang yang mengagumi banyak perempuan! Bukankah hal itu tidak aneh? Bukankah cinta tak pernah salah? Aku merasa nyaman dengannya, merasakan sesuatu yang baru yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.
Tapi kamu mencintai banyak wanita, banyak perempuan. Aku apa? Bukan sesuatu yang penting yang harus kamu pertahankan. Kamu mencintai dia, kamu mengagumi dia, kamu merasakan ketertarikan sesaat dengan dia. Terlalu banyak wanita! Dia, dia, dia, dan dia! Entah “dia” siapa lagi yang kamu suka. Tapi aku jatuh cinta dengan lelaki seperti kamu, yang mampu membuat wanita nyaman berada di sampingmu.
Kamu penuh magis! Menyesatkan pikiranku, menghisap seluruh energiku ketika bertatapan denganmu. Kamu berbeda! Tapi aku siapa? Bukan siapa-siapa, bukan apa-apa. Aku mulai merasa bosan, bukan. Aku hanya merasa lelah akan semuanya. Kamu mulai menceritakan “dia” yang baru lagi. Entah berapa banyak “dia” yang akan kamu ceritakan padaku.
Aku di sini, berdiri dengan harapanku. Harapan yang akan aku bawa pulang lagi, yang akan aku kubur dalam-dalam. Aku mulai menyadari, kamu bukanlah kamu yang pantas aku perjuangkan seperti kamu memperjuangkan wanita-wanita itu. Tapi kamu memintaku untuk tetap di sini, berada di sampingmu, bersamamu dan tidak lupa bersama cerita-ceritamu tentang wanita yang kamu sukai. Aku memberimu kesempatan yang sama, berkali-kali. Hingga aku mulai lelah. Tolong, sekali lagi. Minta aku supaya jangan terjatuh, supaya aku tidak sakit. Cukup. Kamu dan duniamu terlalu penuh magis hingga menyeretku sejauh ini, hingga duri-duri yang menancap terlalu banyak dan tak terasa lagi sakitnya.
Tolong, minta pada bintang jatuh agar aku tetap kuat. Tolong, mengertilah. Tak ada yang perlu dipertahankan, tak ada yang perlu dikhawatirkan. Karena sejak awal kita bukan siapa-siapa, bukan sesuatu yang harus saling melepas atau bertahan. Aku hanya belajar untuk mengikhlaskan belajar melepas sesuatu yang bukan milikku. Kamu, terima kasih sudah membawa aku sejauh ini. Terima kasih sudah mengajarkan aku arti mengikhlaskan dan melepas.

1 komentar on "Belajar mengikhlaskan belajar melepas"

Unknown on 20 Januari 2015 pukul 18.17 mengatakan...

aku terbawa oleh cerita yang mbak diah buat, karena sama seperti yang aku rasakan.. baguss banget ceritanya  semangaaat

Posting Komentar

 

Diahhh's Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos